Kelabu itu bergerak teratur, cipta damai tanpa suara.
Batang ke 4 dimatikan, teguk segelas air coklat dingin yang temani sedari tadi.
Pemantik kembali bergemuruh sebagai awas bahwa si kepala belum usai berperang.
Dihirupnya sang tembakau yang hantarkan kebulan lewat bibir.
“..I asked my mother, what will I be..”
“..Will I be pretty, will I be rich..”
Suaranya itu nyata, berputar bagai kaset rusak nan menyebalkan.
Hela nafas akhirnya lolos juga jemari yang ikut remat surai sendiri.
Penuh. Siap meledak. Entah kalimat apa yang mampu gantikan.
Terpejam manik indah itu, tak kuasa tahan sakit nan berisik di hulu.
“..Here’s what she said, to me..”
Takutmu tanda bahwa kau manusia.
Ladangnya salah.
Ladangnya dosa.
Ladangnya merasa kurang nan tinggi hati.
Takut itu wajar.
Sebab diri hanya si pembuat rencana.
Yang salah kalau memaksa.
Sebab penentunya bukan kita.
“..What ever will be..Will be..”